PERBANDINGAN PENAMBAHAN POPULASI TERNAK SAPI BALI DALAM DAN DI LUAR KTM KETAPANG I KECAMATAN LINGE KABUPATEN ACEH TENGAH



 PERBANDINGAN  PENAMBAHAN POPULASI
TERNAK SAPI BALI DALAM DAN DI LUAR KTM KETAPANG I KECAMATAN LINGE
KABUPATEN ACEH TENGAH

  SKRIPSI

 RUSLI
NPM : 0901001328



KTM Ketapang I merupakan daerah pemeliharaan ternak sapi Bali yang di rencanakan oleh pemerintah baik daripersiapan awal, lokasi peternak serta pasilitas yang ada dilokasi, Peternak dibantu dari segi teknis dan finansial sementara peternak diluar Ketapang merupakan secara tradisional dan hanya sedikit penaranan pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan penambahan populasi, calving interval, tingkat mortalitas anak, mortalitas bibit dan manajemen di dalam KTM Ketapang I denganluar KTM Ketapang I. Metode pengumpulan sampel dengan menggunakan metode sensus dengan metode analisa data menggunakan uji-t.
Hasil penelitian menunjukkan penambahan populasi ternak dengan nilai signifikansi 0,000, calving interval dengan nilai signifikansi 0,021, mortalitas anak dengan nilai signifikansi 0,019 dan mortalitas bibit dengan nilai signifikansi 0,000, hal ini terdapat perbedaan antara di dalam Ketapang dan diluar Ketapang. Sedangkan manajemen pemeliharaan 0,746 tidak terdapat perbedaan manajemen di dalam KTM Ketapang I dan di luar KTM Ketapang I. Disarankan pada pemerintah untuk memberikan pelatihan dan penyuluhan yang baik tentang manajemen pemeliharaan ternak di dalamKTM Ketapang I dan di luar KTM Ketapang I sehingga penambahan populasi dapat tercapai

Kata Kunci   :  Sapi Bali, Komparasi, Populasi Ternak, Kecamatan Linge.





BAB I
PENDAHULUAN


1.1.       Latar Belakang
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan permintaan daging sapi seperti, pendekatan dengan masyarakat  peternak dengan sistem tradisional yaitu dengan membantu  bibit atau sarana produksi lainnya, pemerintah juga sudah mendekati dunia usaha atau pihak swasta dengan bekerja sama dalam menghasilkan daging dan hasil ikutan ternak lainnya.
Pemerintah juga membuat kawasan-kawasan peternakan yang tersebar di seluruh Indonesia. Kawasan peternakan ini merupakan cara pemerintah untuk memperdayakan masyarakat  setempat dengan memberikanberbagai jenis bantuan sehingga pada daerah tersebut terjadi penambahan populasi ternak. Pembuatan kawasan tersebut di harapkan nantinya selain meningkatkan populasi ternak dan pendapatan peternak juga mengarah untuk tersedianya daging ternak dan hasil olahan lainnya secara kontinyu sehingga harga daging tersebut dapat stabil dan dapat di nikmati oleh kalangan menengah kebawah.
KTM ( Kota Terpadu Mandiri) Ketapang I yang berada di Kampung Owaq Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah yang direncanakan oleh pemerintah daerah akan menjadi kawasan peternakan. KTM Ketapang I didirikan sejak tahun 2005 yang mana  proses persiapan sudah di lakukan pada tahun sebelumnya. KTM Ketapang I dapat menampung sebanyak 100 kk dengan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah, bibit sapi sebanyak 100 ekor yang di berikan secara bertahap, hijauan makanan ternak (HMT) yang sudah ditanami. Prasarana pengairan, fasilitas air, kandang, rumah peternak, lahan seluas 2 hektar, fasilitas listrik, biaya hidup yang di berikan perbulan, pelayanan kesehatan hewan, tenaga penyuluhan, dan fasilitas lainnya, dan merupakan peternak yang sudah diseleksi dari seluruh kecamatan yang ada di Daerah Kabupaten Aceh Tengah. (Bappeda2009)
KTM Ketapang I Kecamatan Linge merupakan kawasan peternakan yang sudah lama menjadi usaha pokok atau usaha sampingan masyarakat  walaupun sistem pemeliharaannya masih tergolong tradisional. Masyarakat  yang memelihara ternak seperti Kampung Owaq, Lumut, Linge, Penarun dan Kampung Ise-Ise. Pola pemeliharaan di  luar KTM Ketapang I sedikit campur tangan pemerintah baik itu bibit, tenaga penyuluhan, tenaga kesehatan hewan, atau bantuan biaya, dengan tidak adanya yang memberikan penjelasan  kepada peternak bagaimana manajemen, atau pola pemeliharaan yang baik, sehingga pengetahuan masyarakat dalam manajemen yang baik dalam pemeliharaan ternak relatip rendah, berdasarkan pengalaman mereka hanya menunggu kapan ternaknya akan bunting dan beranak tanpa mau mengetahui kapan ternak kawin, dan pejantan yang mengawininya.
Melihat dari kondisi sosial dan ekonomi masyarakat  yang berada didalam dan masyarakat luar KTM Ketapang I yang mempunyai perbedaan, kalau yang didalam Ketapang I merupakan masyarakat  penduduk hasil penyeleksian dari seluruh  penduduk yang ada di Kabupaten Aceh Tengah, sementara masyarakat  yang ada diluar KTM Ketapang I beternak merupakan suatu kebiasaan atau turun temurun yang di lakukan sudah berlangsung cukup lama. Dari permasalahan tersebut apakah ada perbedaan penambahan populasi ternak masyarakat dalam dan luar KTM Ketapang I.

1.2.       Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas dapat di identifikasikan masalah;Apakah terdapat perbedaan penambahan populasi ternak antara masyarakat  dalam dan luar KTM Ketapang I Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.

1.3.            Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan penambahan populasi ternak dan pola pemeliharaan antara masyarakat  dalam dan luar KTM Ketapang I Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.

1.4.            Kegunaan Penelitian
Penelitian ini di harapkan dapat berguna :
1.4.1.      Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan peternakan sapi Bali serta menjadi bahan masukan dalam menyusun kebijakan peternakan di Kecamatan Linge
1.4.2.      Sebagai bahan informasi tambahan untuk peternak dan penulis dalam mengembangkan usaha sektor peternakan
1.4.3.      Sebagai refeperensi bagi peneliti lebih lanjut mengenai kajian penambahan populasi ternak sapi Bali
1.5.       Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang identifikasi masalah diatas maka hipotesis penelitian sebagai berikut;
Ha           :    Diduga terdapat perbedaan  penambahan populasi, selang beranak (calving interval), mortalitas anak, mortalitas bibit ternak antara masyarakat dalam KTM Ketapang I dan masyarakat diluar KTM Ketapang I Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.
H0            : Diduga tidak terdapat perbedaan  penambahan populasi, selang beranak (calving interval), mortalitas anak, mortalitas bibit ternak antar amasyarakat dalam dan diluar KTM Ketapang I Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.


 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
                                                      
2.1.       Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia hasil domestikasi dari banteng Bibos banteng) dan merupakan sapi asli Pulau Bali (Sutan 1988 ;Hardjosubroto 1994; Handiwirawan & Subandriyo 2004 ). Ditinjau dari taksonominya, sapi Bali termasuk
Phylum            : Chordata
Subphylum      : Vertebrata
Class               : Mamalia
Sub class         : Theria
Infra class       : Eutheria
Ordo               : Artiodactyla
Sub ordo         : Ruminantia
Infra ordo        : Pecora
Famili                         : Bovidae
Genus              : Bos (cattle)
Group             : Taurinae
Spesies            : Bos taurus (sapi Eropa)
Bos indicus (sapi India/sapi Zebu)
Bos sondaicus (banteng/sapi Bali)
                         (Hardjosubroto 1994). Dalam Rajab, (2009).

Perubahan warna bulu menjadi hitam terlihat mulai umur 51 minggu mengikuti pola tertentu dengan empat titik awal perubahan yaitu leher bawah, hidung, tengkuk dan carpus.
Di Indonesia perkembangan sapi Bali sangat cepat dibanding dengan breed potong lainnya, hal tersebut disebabkan breed ini lebih diminati oleh petani kecil karena beberapa keunggulannya yang antara lain, tingkat kesuburannya tinggi, sebagai sapi pekerja yang baik dan efesien serta dapat memanfaatkan hijauan yang kurang bergizi dimana breed lainnya tidak dapat (Moran, 1990) dalam Mobius Tanari 2007.
Ukuran untuk sapi Bali betina rata – rata mencapai dewasa kelamin pada umur 18 bulan. Rata – rata siklus estrus (masa birahi) adalah 18 hari ; pada sapi betina muda berkisar antara 20 – 21 hari, dan pada sapi betina dewasa/lebih tua antara 16 – 23 hari. Lama masa berahi sangat panjang, sekitar 36 – 48 jam, dengan masa subur 18 – 27 jam. Lama kebuntingan pada sapi Bali, adalah sekitar 280 – 294 hari. Sedang presentase kebuntingan dilaporkan 86,56 persen. Dan presentase lahir mati adalah relatif kecil, sekitar 3,65 persen. Selain itu, persentase kelahiran dari jumlah sapi Bali yang dikawinkan adalah 83,4 persen.
Karakteristik karkasnya, sapi Bali digolongkan sapi potong paling ideal ditinjau dari bentuk badan yang kompak dan serasi, bahkan dinilai lebih unggul dari sapi potong Eropa. Sekalipun pemeliharaan sapi Bali pada umumnya dilakukan secara tradisional, atau dengan merumput sendiri tanpa pemberian makanan penguat (konsentrat), diketahui bahwa sapi Bali mempunyai keistimewaan, yakni gangguan pertumbuhan menunjukkan tidak berarti. Pradana, 2012 dalam Citta Pasamita (2013).

2.2.        Manajemen Pemeliharaan
Pakan merupakan faktor penting pada penampilan produksi dan reproduksi sapi terutama sapi perah pasca beranak, pakan yang kurang baik dalam jumlah maupun kualitasnya menyebabkan terganggunya fungsi fisiologis reproduksi ternak. Pemberian pakan dasar, pakan konsentrat, dan pakan aditif dengan kandungan nutrisi yang tidak seimbang dan tidak kontinyu akan menimbulkan strees dan akan menyebabkan sapi rentan terhadap penyakit dan terjadi gangguan pertumbuhan dan gangguan fungsi fisiologi reproduksi ternak.
Banyak sedikitnya jumlah energi dalam pakan (kandungan bahan kering) berpengaruh pada organ reproduksi dan aktivitas ovarium, bila terjadi ketidak seimbangan energi dalam pakan (intake) dengan energi untuk pertumbuhan akan menurunkan birahi pada ternak muda yang sedang tumbuh dan pada sapi perah dewasa pasca beranak, dan ketidakaktifan ovarium yang menyebabkan anestrus terlambatnya pubertas pada semua jenis ternak dan akan memperpanjang anestrus pada sapi yang sedang laktasi. Birahi pertama beranak akan tertunda bila energi yang dikandung dalam pakan sebelum dan sesudah beranak rendah, hal tersebut akan mempengaruhi siklus birahi berikutnya dan akan memperpanjang selang beranak.
Rumput kering yang jelek biasanya akan menyebabkan defisiensi vitamin yang kompleks, defisiensi cobalt (Co), yang dapat menyebabkan rendahnya nafsu makan sehingga energi dan nilai gizi dan vitamin pakan berkurang, akibatnya pubertas pada sapi dara akan terlambat dan kegagalan estrus pada induk. Kendala tersebut diatas dapat diatasi dengan pemberian Biosuplemen probiotik kedalam pakan konsentrat. Probiotik adalah mikroba hidup dalam media pembawa yang menguntungkan ternak karena dapat menciptakan keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan sehingga menciptakan kondisi yang optimum untuk pencernaan pakan dan meningkatkan efisinesi konversi pakan sehingga memudahkan dala proses penyerapan zat nutrisi ternak, menigkatkan kesehatan ternak, mempercepat pertumbuhan, memperpendek jarak beranak, menurunkan kematian pedet. Dan pemberian kombinasi dengan bioplus probiotik Saccharomyces cerevilae (PSc) yang berguna untuk mengatasi penurunan kesehatan reproduksi ternak. dalam Nuryati dan Sri Wahjuningsih (2011). Selanjutnya Bambang Manhera (2002) mengatakan pola pemeliharaan ternak sapi bali dikatagorikan dalam tiga cara yaitu:
2.2.1        Pemeliharaan Ternak Secara Intensif
Pemeliharaan intensif, dalam cara ini ternak dipelihara dalam kandang dan biasanya disebut kereman. Pemeliharaan sapi secara intensif yaitu ternak di pelihara secara terus menerus di dalam kandang sampai saat dipanen sehingga kandang mutlak harus ada. Seluruh kebutuhan sapi di suplai oleh peternak, termasuk pakan  dan minum. Aktifitas lain seperti memandikan sapi juga di lakukan di dalam kandang, Edy Rianto dan Endang Purbowati (2009).
2.2.2        Pemeliharaan Ternak Secara Ekstensif
Pemeliharaan ekstensif, dalam cara ini sapi dipelihara dengan dilepas pada lahan atau padang rumput yang luas. Pemeliharaan sapi secara ekstensif  biasanya terdapat di daerah- daerah yang mempunya padang rumput luas, seperti di Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Sepanjang hari, sapi di gembalakan di padang pengembalaan, sedangkan pada malam hari sapi hanya di kumpulkan di tempat-tempat tertentu yang di beri pagas, di sebut kandang terbuka, Edy Rianto dan Endang Purbowati (2009).
Pada pemeliharaan secara ekstensif, kandang hanya digunakan untuk berlindung pada saat-saat tertentu saja (berfungsi secara parsial), yaitu pada malam dan waktu-waktu istirahat. Bahkan dalam sistem pemeliharaan ini kadang-kadang tidak ada sehingga ternak hanya dapat berlindung di bawah pohon yang ada di padang pengembalaan tersebut, Edy Rianto dan Endang Purbowati (2009).
2.2.3        Semi Ekstensif
Pemeliharaan semi intensif, dalam cara ini ternak dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari. Pemeliharaan secara semiintensif  merupakan perpaduan antara kedua cara pemeliharaan di atas. Jadi, pada pemeliharaan ini harus ada kandang dan tempat pengembalaan, Edy Rianto dan Endang Purbowati (2009).

2.3.       Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha peternakan, karena manajemen  pakan di perlukan untuk meningkatkan produktivitas. Pakan yang di berikan pada ternak berguna untuk mempertahankan hidup pokok yang antara lain di pergunakan untuk mempertahankan suhu, energi untuk kondisi normal, protein serta mineral untuk pergantian jaringan tubuh yang luas (Blakely dan Bade (1991), dalam Santosa (2003).
Pakan adalah makanan/asupan yang diberikan kepada hewan ternak (peliharaan). Istilah ini diadopsi dari bahasa Jawa. Pakan merupakan sumber energi dan materi bagi pertumbuhan dan dan kehidupan mahluk hidup. Zat yang terpenting dalam pakan adalah protein. Pakan berkualitas adalah pakan yang kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitaminnya seimbang Anonim, (2010), Huseini  dan Hutabarat ( 2006.)
Hijaun sebagai bahan makanan ternak bisa di berikan dalam dua macam bentuk, yakni hijaun segar ialah hijaun yang berasal dari hijaun yang di berikan dalam bentuk segar, yaitu leguminose segar dan silase, dan hijaun kering ialah makanan yang di keringkan ataupun jerami kering Yayasan Kanisius, (1983), dalam Soetirto, (1997).
Pakan yang di berikan untuk ternak sapi umumnya berupa pakan hijauan dan kosentrat yang berasal dari rumput lapangan dan rumput unggul. Hijauan yang di berikan oleh peternak sebanyak 30-40 kg/ekor/hari, pemberian di lakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore Arfa’I dan erinson dirgahayu (2006).

2.4.        Air
Menurut Abidin, Zaenal (2002), dalam (Nurlela, 2002), air juga berfungsi untuk memandikan sapi, karena tubuh sapi mudah sekali kotor akibat terkena tanah berair (becek) dan daki dari keringatnya sendiri atau dari kotoran sapi sendiri, agar selalu bersih, sebaiknya sapi di mandikan sekali sehari, caranya kulit sapi di gosok- gosok dengan sikat, spon, atau bahan lain sehingga bersih.
Ketersediaan air minum perlu di perhitungkan terlebih dahulu sebelum suatu usaha pemeliharaan sapi di mulai karena air mutlak dibutuhkan. Ketersediaan air di perlukan untuk mencukupi kebutuhan air minum, pembersihan kandang atau halaman. Distribusi air kesetiap lapang ternak atau halaman pengelolaan harus terjamin, banyaknya air  yang tersedia sangat penting sekali terutama pada ladang ternak (ranch), (Parhan 1969), dalam (Perjaman, 2002).
Kebutuhan air minum untuk sapi 30 liter/hari terutama di musim kemarau air bersih harus selalu tersedia, air minum bisa diberikan 2 kali sehari baik dengan dicampur konsentrat (combor) atau tanpa campuran (Gunawan, 2004), dalam (Perjaman, 2002).

2.5.        Recording
Recording adalah pencatatan tentang segala sesuatu mengenai ternak. Sistem pencatatan yang rapi dan baik sangat penting untuk mengetahui masalah dengan cepat dan tepat serta memudahkan untuk menetapkan tujuan. Recording yang dilakukan Adhi Farm hanya pada induk yang beranak, tidak mempunyai kartu khusus untuk tiap induk selama masa pemeliharaan. Recording yang dilakukan untuk induk adalah: nomor induk, tanggal dikawinkan, nomor pejantan, tanggal beranak, jumlah anak, obat obatan yang diberikan pada waktu beranak, dan jumlah anak yang disapih, Askari Zakariah (2009).

2.6.       Calving Interval
Sedangkan menurut calving interval sapi Bali  adalah jumlah ekor/tahun antara kelahiran yang satu dengan kelahiran berikutnya. Faktor yang mempengaruhi jarak waktu pertama kali dikawinkan post partus adalah umur penyapihan pedet, dengan alasan anak yang masih menyusui akan menunda datangnya kemBali berahi pertama post partus. Calving Interval yang beragam memiliki arti penting secara ekonomi yang jelas terlihat pada sapi potong. Umumnya masa sapih dilakukan 2 bulan sampai 1,5 tahun. Interval kelahiran merupakan kunci sukses dalam usaha peternakan sapi (pembibitan), semakin panjang interval kelahiran, semakin turun pendapatan petani peternak, karena jumlah anak yang dihasilkan akan berkurang selama masa produktif (Yudhie, 2010), dalam Citta Pasamita (2013).
Interval kelahiran dapat dipakai sebagai ukuran efisiensi reproduksi, interval kelahiran yang ideal berkisar 12 sampai 15 bulan dan adanya interval kelahiran yang panjang dapat disebabkan oleh faktor manajemen yaitu kesengajaan menunda kebuntingan atau karena faktor genetic, Selow (2009). Rendahnya efisiensi reproduksi dicirikan oleh rendahnya tingkat kelahiran, jumlah anak yang lahir selama 5 tahun terakhir sebanyak 2 – 3 ekor, dengan interval kelahiran  1 – 2 tahun dan umur induk pertama melahirkan 2,5 – 3 tahun (Sonjaya, Abustam, Pali, Toleng dan Sudirman, 1991), dalam Citta Pasamita (2013).
Calving interval adalah jumlah hari/bulan antara kelahiran yang satu dengan kelahiran berikutnya. Panjang pendeknya calving interval merupakan pencerminan dari fertilitas ternak, selang beranak dapat diukur dengan masa laktasi ditambah masa kering atau waktu kosong ditambah masa kebuntingan. Calving interval yang lebih pendek menyebabkan produksi susu perhari menjadi lebih tinggi dan jumlah anak yang dilahirkan pada periode produktif menjadi lebih banyak, selang beranak yang ideal pada sapi perah adalah 12 bulan termasuk selang antara beranak dengan perkawinan pertama setelah beranak, Sudono (1983). Selang beranak merupakan kunci sukses dalam usaha peternakan sapi (pembibitan), semakin panjang selang beranak, semakin turun pendapatan petani peternak, karena jumlah anak yang dihasilkan akan berkurang selama masa produktif. Meningkatkan produksi dan reproduktifitas ternak dengan memperpendek calving interval dengan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dan seleksi bibit ternak (sapi pengafkiran memiliki selang beranak yang panjang) (sudono, 1983) dalam Nuryati dan Sri Wahjuningsih 2011.

2.7.       Tingkat Mortalitas
Kematian merupakan jumlah ternak yang mati tiap periode waktu dibagi dengan jumlah ternak yang hidup diawal periode waktu tersebut.  Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian antara lain penyakit, predator, paceklik, bencana alam dan iklim (Anonim, 2008), dalam Fauziah Djafar (2012)
2.7.1.       Calon Induk/Bibit
Bibit Sapi potong merupakan salah satu sarana produksi budidaya ternak yang strategis dan sangat berpengaruh dalam meningkatkan produksi dan produktifitas ternak, sehingga perlu diusahakan tersedianya bibit yang berkualitas yang merupakan Visi Perbibitan, salah satu upaya untuk mendukung hal tersebut adalah pemilihan atau seleksi bibit ternak potong yang didukung oleh peningkatan mutu sumber daya manusia perbibitan sebagai pelaku, (pedoman teknis pengembangan pembibitan sapi potong tahun 2012), untuk mendapatkan sapi induk, calon induk, calon pejantan, calon bibit yang baik sebagai berikut :
a.       Sapi Induk
·         Memiliki status reproduksi yang normal dan bebas penyakit
·         Tidak cacat dan mempunyai rasio bobot sapih umur 205 hari
·         Penampilan fenotipe sesuai dengan rumpunnya.
b.      Calon Induk
·         Bobot sapih umur 205 hari di atas rata-rata;
·         Bobot badan umur 365 hari di atas rata-rata;
·         Penampilan fenotif sesuai dengan rumpunnya.
c.       Calon Pejantan
·         Bobot sapih umur 205 hari, di atas rata-rata;
·         Bobot badan umur 1 tahun dan umur 2 tahun di atas rata-rata;
·         Pertambahan bobot badan umur 1 – 1,5 tahun di atas rata-rata;
·         Libido dan kualitas spermanya baik;
·         Penampilan fenotif sesuai dengan rumpunnya.
d.      Calon Bibit
Ternak bibit untuk pengganti (replacement stock) dipilih dari keturunannya dan dilakukan sebagai berikut :
1)      Calon bibit betina dipilih 25% terbaik untuk replacement, 10% untuk pengembangan populasi kawasan, 60% dijual ke luar kawasan sebagai bibit dan 5 % dijual sebagai ternak afkir;
2)      Calon bibit jantan dipilih 10% terbaik pada umur sapih dan calon bibit betina 25% terbaik untuk dimasukan pada uji performans. Pedoman teknis pengembangan pembibitan sapi potong tahun 2012.

2.8.       Penambahan Populasi Ternak
Salah satu faktor penyebab penurunan populasi dan produktivitas sapi potong pada usaha peternakan adalah rendahnya kinerja reproduksi sapi induk setelah beranak, yang di tunjukan tingkat kebuntingan yang rendah sehingga jarak beranaknya menjadi panjang, Lukman Affandhy, Rasyid dan Karishna ( 2010). Aspek reproduksi merupakan dasar utama dalam peternakan dan menentukan tingkat prestasi produksi. Semakin tinggi tingkat reproduksi yang dicapai, maka penambahan populasi akan meningkat pula (Natasasmita dan Mudikdjo, 1979).  Produktivitas ternak sapi potong di Indonesia sebagai salah satu sumber penambahan populasi belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dikarenakan jumlahnya masih rendah. Faktor yang menyebabkan penambahan populasi masih rendah adalah rendahnya populasi ternak sapi dan tingkat produksi sapi.



2.9.       Analisa Perbandingan
Analisis komparasi atau perbedaan merupakan prosedur statistik untuk menguji perbedaan di antara dua kelompok data (variabel) atau lebih. Analisis perbedaan atau uji perbedaan ini sering di sebut uji signifikan (test of significance). Uji ini bergantung pada jenis data (nominal, ordinal, interval. / rasio) dan kelompok sampel yang di uji. (Iqbal Hasan, 2002: hal 126-127).
Untuk mengetahui tingkat perbandingan antara peternak di dalam dan diluar KTM Ketapang I, maka urutan pengujian dilakukan dengan sistematika sebagai berikut:
2.9.1        Uji F (Uji Ragam)
Simpangan baku ialah suatu nilai yang menunjukan tingkat variasi suatu kelompok data, jika simpangan baku tersebut di kuadratkan, maka ia disebut varians (ragam). Simpangan baku untuk data sampel disebut S dan varians (ragamnya) ialah s2 (husaini Usman & Purnomo, dalam setiady Akbar, 2008 : hal 95).
a.     Rumusan Hipotesis
Ho       : s21=s22
Ho       : s21≠s22
b.    Rumus Uji F

c.    Kriteria pengujian
·              Fhitung >Ftabel maka tolak Ho, artinya ragam penambahan populasi ternak  tidak sama.
·              Fhitung < Ftabel maka terima Ho, artinya terdapat kesamaan ragam penambahan populasi ternak
2.9.2.      Uji t (Uji t beda dua rata-rata)
Uji t digunakan untuk menguji hipotesa komparatif (Uji perbedaan).
a.     Rumusan hipotesis
     Ho : µ1= µ2=0
     H1        : µ1≠ µ≠0
b.    Rumus Uji t
Hasan iqbal. M. (2002 : 130).    Membuat formula dari analisa perbandingan kedalam dua model:
-        Ragam tidak sama (separated varians)
-        Ragam sama (polled varians)
c.     Kriteria pengujian
Thitung>maka tolak Ho
Thitung<ttabel maka terima Ho 


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.       Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dalam dan luar KTM Ketapang I, desa di luar KTM Ketapang I yaitu Kampung Lumut, Ise-Ise, Owak, Linge dan Penarun,. Penelitian ini di lakukan pada bulan Juni 2013 sampai dengan selesai yang berlangsung di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.

3.2.       Ruang Ligkup Penelitian
Objek penelitian ini adalah peternak yang di dalam KTM Ketapang I Kecamatan Linge dan masyarakat yang berada di luar KTM Ketapang I. Ruang lingkup penelitian yang dilakukan ini terbatas pada perbandingan penambahan populasi, calving interval, mortalitas anak, dan mortalitas bibit dan manajemen ternak sapi Bali di dalam dan luar KTM Ketapang I.

3.4.       Metode Pengambilan Data
Metode yang dilakukan dalam pengambilan sampel peternak menggunakan dengan metode sensus yaitu sampling jenuh. Sampling jenuh merupakan tehnik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering di lakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang. Istilah lain sampel adalah sensus dimana semua anggota populasi di jadikan sampel, Prof. Dr.Suyono (1999).
Apabila subjeknya kurang dari 100. Lebih baik di ambil semua sehingga penelitinnya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah subjeknya besar dapat di ambil antara 10-15 % atau 20-25 atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari:
a.       Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana.
b.      Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karna hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.
c.       Besar kecilnya resiko yang di tanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yantg resikonya besar, tentu saja jika sampel besar, hasilnya akan lebih baik. Prof. Dr. Suharsini Arikunto (2006).
Lokasi yang menjadi cakupan penelitian yaitu seluruh peternak yang aktif di dalam dan peternak di luar kawasan KTM Ketapang I yang memelihara ternak sapi Bali di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah. Beberapa cakupan tempat yang menjadi penelitian di adalah :
3.4.1.      Kota Terpadu Mandiri (KTM) Ketapang I
Sistem sampel jenuh (dimana semua populasi di jadikan sampel), Jumlah populasi yang aktif di dalam ketapang I adalah sebanyak 71 peternak sehingga sehingga semuanya di jadikan sampel. populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peternak anggota KTM Ketapang I.
3.4.2.      Kampung yang berdekatan dengan KTM Ketapang I.
Adapun nama-nama kampung yang dijadikan menjadi sampel penelitian dapat dilihat pada tabel,1.

Tabel 1: Nama-Nama Kampung yang berdekatan dengan Ketapang Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.
 

No     Nama Kampung                    Jumlah Populasi          Jumlah Sampel
1.             Kampung Lumut                              9                                  9
2.             Kampung Ise-ise                               2                                  2
3.             Kampung Owaq                               4                                  4
4.             Kampung Linge                                7                                  7
5.             Kampung Penarun                            3                                  3
Total                         25 peternak                   25 peternak
Sumber : Data Primer Tahun 2013

Sementara di luar ketapang sama halnya dengan di dalam ketapang  menggunakan sistem jenuh, dimana semua peternak yang berada di luar ketapang di jadikan sampel sebanyak 25 orang.
Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini di perlukan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang berhubungan langsung dengan objek penelitian seperti data karakteristik peternak manajemen pemeliharaan jumlah populasi dan lain-lain. Sedangkan data sekunder adalah data pendukung dalam penelitian seperti, data jumlah penduduk KTM Ketapang I dari Dinas Peternakan data jumlah penduduk dari BPS Aceh Tengah. metode pengumpulan data melalui menggunakan teknik pengumpulan melalui:
a.              Interview (wawancara), merupakan teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanayaan langsung oleh pewawancara kepada respinden, dan jawaban-jawaban lansung di catat atau di rekam.
b.             Kuisioner (anket), merupakan teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar pertanayaan untuk diisi oleh responden. Responden adalah orang yang memberikan tanggapan (respons) atas atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan.
c.              Observasi (pengamatan), merupakan pemilihan, pengubahan, pencatatan dan pengodean serangkaian prilaku dan suasan yang berkenaan dengan organisme dengan tujuan-tujuan empiris.

3.5.       Metode Analisa Data
Tabulasi data yang telah di proleh dari lapangan kemudian di tabulasi berdasarkan kebutuhan yang dibutuhkan. Analisis ini untuk mengetahui penambahan populasi, calving interval, manajemen pemeliharaan ternak, tingkat mortalitas anak dan mortalitas bibit  pada peternak yang bergabung dalam KTM Ketapang I dan peternak yang tidak tergabung kedalam anggota KTM Ketapang I di Kecamatan Linge, maka digunakan uji ragam (uji F) dan uji beda rata-rata dengan formulasi sebagai berikut:
3.5.1. Uji Ragam (uji F)
Untuk menguji tingkat penambahan populasi ternak  peternak anggota KTM Ketapang I dengan peternak yang tidak tergabung dalam angggota KTM Ketapang I dengan langkah-langkah:
Derajat bebas:      db1=nA-1
db2=nNA-1
Ho            : s2A=s2NA (diduga sampel memiliki ragam yang sama)
H1            : s2A≠s2NA (diduga sampel tidak memiliki ragam yang sama)
3.5.2.      Uji t-test Dua Sampel Independen
Rumusan hipotesis :
            Ho                   : µ1= µ2=0
            Ha                   : µ1≠ µ≠0    
            Dimana              :
Ha            : Terdapat perbedaan penambahan populasi ternak di dalam dan luar KTM Ketapang I
Ho                :  tidak terdapat perbedaan penambahan populasi ternak  di dalam dan luar KTM Ketapang I
-        Ragam tidak homogen (separated ragam)

-        Ragam homogen (polled ragam)
Dimana :
A, NA   :Rata-rata penambahan populasi ternak di dalam dan luar KTM Ketapang I
n2A, n2NA :Masing-Masing Ragam Untuk Peternak di dalam Dan luar KTM Ketapang I
S2           :Ragam (pangkat dua dari simpangan baku/standar deviasi)
Kriteria :
Thitung>tabel maka tolak Ho
Thitung<ttabel maka terima Ho

3.6.       Konsep dan Batasan Oprasional

Batasan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.             Kota Terpadu Mandiri  merupakan kawasan peternakan yang di bawah pemerintah yang fasilitasnya sudah di sediakan oleh pemerintah
2.             Pemeliharaan ternak di luar kawasan ketapang merupakan peternakan yang pemeliharaanya secara tradisonal dan kurang campur tangan pemerintah dengan pola pemeliharaan secara tradisional.
3.             Peternak yang memelihara ternak di dalam kawasan peternakan KTM Ketapang I dan masyarakat yang berada di  KTM Ketapang I
4.             Sapi yang di pelihara oleh peternak merupakan sapi Bali
5.             Pemeliharaan ternak sapi Bali ini dimulai pada tahun 2005 sampai dengan 2013
6.             Calving interval ialah jarak beranak sapi Bali yang ada di ketapang dan luar ketapang  yang di hitung dari jumlah hari/bulan antara kelahiran yang satu dengan kelahiran berikutnya
7.             Penambahan populasi merupakan penambahan ternak yang di hitung dalam ekor pertahun dari tahun 2005-2013
8.             Manajemen merupakan proses pemeliharaan ternak sapi Bali. Penilaian manajemen pemeliharaan meliputi (manajemen pakan, air minum, recording, serta perkandangan)
9.             Mortalitas anak merupakan tingkat kematian anak sapi Bali yang di hitung tahun/ekor sejak dari tahun 2005-2013
10.         Mortalitas bibit merupakan tingkat kematian pada bibit sapi Bali di hitung ekor/tahun
    
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.       Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisisi yang dilakukan terhadap penelitian tersebut maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa:
5.1.1.      Hasil analisis dengan uji-t test diperoleh nilai yang mempunyai perbedaan di dalam dan luar KTM Ketapang I yaitu penambahan populasi 0.000, selang beranak 0,021 ,mortalitas bibit 0,000 ,mortalitas anak 0,019  
5.1.2.      Sementara yang tidak terdapat perbedaan didalam dan luar KTM Ketapang I yaitu Manajemen pemeliharaan ternak 0,746
5.2.       Saran
5.2.1.      Diharapkan pada kawasan di dalam dan  luar kawasan KTM Ketapang I  agar meningkatkan kemampuan dalam manajemen pemeliharaan ternak untuk meningkatakan populasi ternak
5.2.2.      Disarankan pada pemerintah untuk memberikan pelatihan dan pengembangan tentang manajemen pemeliharaan ternak sehingga penambahan populasi dapat tercapai



DAFTAR PUSTAKA

--------------Pedoman teknis pengembangan pembibitan sapi potong tahun 2012.

--------------Badan Pusat Statistik 2011. Kabupaten Aceh Tengah.

A.Citta Pasamita (2013). Pengaruh Umur Induk Terhadap Interval Kelahiran Sapi Bali Yang Dipelihara Secara Semi Intensif (Skrifsi Program Studi Produksi Ternak Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar

Djafar, A. Fauziah (2012). Tingkat kelahiran dan mortalitas anak sapi brahman cross (bx) yang di impor pada umur kebuntingan berbeda yang  dipelihara di bila river ranch. Skrifsi program studi produksi ternak Jurusan produksi ternak Fakultas peternakan Universitas hasanuddin Makassar

Edy Rianto dan Endang Purbowati, (2009), Panduan Lengkap Sapi Potong,Cet.1-Jakarta, Penebar Swadaya, 2009.

Hutabarat, J dan M. Huseini. 2006. Pengantar Manajemen Strategik Kontemporer: Strategik di Tengah Operasional. Elex Media Komputindo.

Hermansyah, Bambang Maulana, (2006). Kajian pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan Angrabinta, Kabupaten Cianjur. Fakultas Pertanian bogor

Lukman Affandhy, A,Rasyid dan N,H, Karishna (2010). Pengaruh perbaikan  manajemen pemeliharaan pedet sapi potong terhadap kinerja reproduksi induk pasca beranak (studi kasus pada sapi induk po di usaha ternak rakyat kabupaten pati Jawa Tengah)

M Askari Zakariah 2009, Manajemen Pemeliharaan Ternak di PT. Adi Farm dan PT.Lembah Hijau multifarm, tesis, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada

Mobius Tanari (2007 ). Usaha pengembangan sapi bali sebagai ternak lokal dalam menunjang pemenuhan kebutuhan protein asal hewani di indonensia, Riau

Martojo, 1990. Hardjopranjoto, H.S, 1995.  Ilmu Kemajiran Pada Ternak.  Airlangga University Press, Hal: 103-114, 139-146

Nurlela. 2002. Penentuan Komoditas Ternak Ruminansia Unggulan dan Strategi Pengembangannya Di Kabupaten Garut. Magister Manajemen Agribisnis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nuryadi dan Sri Wahjuningsih 2011. Penampilan reproduksi sapi peranakan ongole dan peranakan limousine di Kabupaten Malang Jurusan produksi ternak fakultas peternakan universitas brawijaya.

Rajab, (2009). Kajian pengembangan pembibitan sapi bali di kabupaten raja ampat provinsi Papua Barat, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,  Bogor.

Soetirto E, 1997. Pemberdayaan peternak rakyat dan industri peternakan menuju pasar bebas, pokok bahasan ternak potong. Proseding Seminar Nasional Peternakan dan Veterinir. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.

Santosa, U. 2003. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Salisbury dan Demark 1985. Petunjuk Teknis Manajemen Perkawinan Sapi Potong. Badan Litbang Pertanian, Bogor

Talib et al (2003). Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I. Penebar
Swadaya. Jakarta

Tolihere (1979) Ilmu Kemajiran Ternak Edisi Pertama. IPB, Bogor, Hal: 52-57, 76-85
Prof. Dr. Sugiyono (1999). metde penelitian bisnis. Bandung.

Prof. Dr. suharsini arikunto (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta. Cet, 13

Perjaman. 2002. Analisis Strategi Bisnis Sapi Potong Pada PT. Lembu Jantan Perkasa Jakarta. Dalam http://ejournal.unud.ac.id/abstrak. Diakses pada tanggal 2 Maret 2013.

Prasetyo dan sudrana (2001). Petunjuk Pemeliharaan Sapi Brahman Cross. BPTU Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian.








 





Comments

Popular posts from this blog

pemanenan hijauan pakan ternak

Lirik Lagu Nasrul Arifin (UWES)

ANALISA BREAK EVEN POINT (BEP) USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) DI KECAMATAN BUKIT KABUPATEN BENER MERIAH