HUBUNGAN SISTEM PEMELIHARAN TERHADAP PRODUKTIVITAS TERNAK KAMBING KACANG DI KECAMATAN PEGASING KABUPATEN ACEH TENGAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kambing adalah binatang memamah biak
yang berukuran sedang, yang pada umumnya merupakan ternak yang tidak terlalu
sulit dalam pemeliharaannya, karena jenis pakan yang diberikan cukup beragam
misalnya daun turi, lamtoro, nangka dan lain-lain. Produktivitas kambing dapat
diukur melalui pertambahan bobot badan maupun bobot dan persentase karkas yang
dihasilkan. Sementara produktivitas tersebut tidak terlepas pada dua faktor
yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik merupakan potensi
yang dimiliki oleh ternak, sedangkan faktor lingkungan adalah faktor yang
sangat mempengaruhi produktivitas ternak. Faktor lingkungan yang dimaksud,
antara lain adalah pakan, manajemen dan iklim (suhu dan kelembaban).
Kambing Kacang merupakan ternak lokal
yang mempunyai potensi menjadi ternak unggul di Indonesia. Kambing kacang merupakan kambing
lokal Indonesia, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi alam
setempat serta memiliki daya reproduksi yang sangat tinggi. Kambing kacang
jantan dan betina keduanya merupakan tipe kambing pedaging. memiliki nilai
ekonomis yang penting dan disukai oleh sebagian besar masyarakat, ternak
kambing kacang memegang peranan penting
untuk menumbuhkan aktivitas pendapatan sebagian besar peternak kecil, disamping
menjadi sumber protein hewani yang menunjang ketahanan pangan nasional.
Dengan
berbagai keungulan yang di memiliki ternak kambing kacang namun produksinya
tidak tinggi karena mutu genetik yang rendah serta mutu pakan dan tata laksana
beternak yang kurang baik. Dilihat dari peluang yang di tawarkan yang sangat
menjanjikan di masa yang akan datang dari pemahaman masyarakat tentang
pentingnya protein hewani terutama untuk pertumbuhan anak-anak mereka.
(Soeparno, 2012)
Pemeliharaan ternak kambing di
Kampung Pedekok, Wehlah, dan Erlop masih
dilakukan tradisional dengan tingkat adopsi teknologi yang masih rendah
sehingga belum dapat memberikan hasil yang baik secara kuantitas maupun
kualitas. Penelitian yang di pelihara di pedesaan peternak yang memelihara
kambing merupakan pemeliharaan secara tradisional (ternak kambing dilepas di
sawah dan dikebun mencari pakan sendiri di mana-mana) yang mengalami kekurangan
dan kesulitan dalam mencari pakan sebagai kebutuhan kambing sehingga pada akhirnya
produktivitas ternak kambing menjadi rendah, (Hamid. 2000).
Dalam pemeliharaan ternak secara
inensif juga bukan salah satu jaminan bahwa ternak akan sehat dan mendapat
produktivitas yang tinggi karna pertumbuhan dan perkembangan ternak sangat
berpengaruh dari jumlah dan jenis pakan yang diberikan, demikian juga
ketelodoran para peternak dalam memberikan pakan sangat beresiko terhadap waktu
pemberian pakan ternak sebaliknya bila ternak mencari pakan sendiri belum tentu
pakan yang di konsumsi sesuai kebutuhan atau tidak.
Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian tentang hubungan sistem pemeliharaan terhadap produktivitas ternak
kambing kacang di Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah.
1.2.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimanakah Hubungan Sistem Pemeliharaan Terhadap Produktivitas
Ternak Kambing Kacang Di Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah.
1.3.
Kegunaan Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber
informasi bagi peternak dan tata cara dalam beternak kambing kacang Di
Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah.
1.4.
Hipotesis Penelitian
Diduga sistem pemeliharaan
berhubungan terhadap produktivitas ternak kambing kacang di Kecamatan Pegasing
Kabupaten Aceh Tengah
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Karakteristik Kambing Kacang
Kambing adalah ternak yang pertama
kali didomestikasi oleh manusia. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya gambar
kambing pada benda – benda arkheolog di Asia Barat, seperti Jericho, Choga Mami
Jeitun, dan Cayonu pada Tahun 6000 – 7000 SM.
Karakteristik dari kambing kacang
merupakan kambing asli Indonesia yang mempunyai bobot hidup lebih kecil
dibanding kambing jenis lainnya. Kambing kacang memiliki keunggulan, sifatnya
linjah, mudah beradaptasi dengan lingkungan setempat dan angka reproduksinya
cukup baik. Kambing kacang sangat cepat berkembang biak karena pada umur 15 –
18 bulan sudah bisa menghasilkan keturunan. Jenis kambing ini cocok untuk
penghasil daging karena sangat prolifik (sering melahirkan anak kembar dua).
Terkadang dalam satu kelahiran menghasilkan keturunan kembar tiga setiap
induknya. Kambing kacang berkembang biak sepanjang tahun. Kambing kacang dapat
hidup dengan perawatan yang seadanya, bahkan hampir tidak memerlukan
pemeliharaan sama sekali. Tenak kambing ini sering dibiarkan mencari pakan
sendiri, kawin, dan beranak tampa bantuan pemilik ternak. Produk yang
dihasilkan terutama dimanfaatkan dalam bentuk daging dan kulit.
2.2. Kambing Kacang
Kambing
kacang adalah ras unggul kambing yang pertama kali dikembangkan di Indonesia.
Badannya kecil. Tinggi pada yang jantan 60 cm hingga 65 cm, sedangkan yang
betina 56 cm. Pada yang jantan bisa mencapai 25 kg sedangkan yang betina
seberat 20 kg. Telinganya tegak, berbulu lurus dan pendek. Baik betina maupun
yang jantan memiliki dua telinga yang tegak dan berbulu pendek
Tabel 1. Karakteristik
Morfologi Tubuh Kambing Kacang
No
|
Uraian
|
Kambing
Kacang
|
1
|
Bobot/kg
|
22-25
|
2
|
Panjang badan /cm
|
47-55
|
3
|
Tinggi punduk /cm
|
55,
3 - 55, 7
|
4
|
Tinggi pinggul / cm
|
54,
7- 58. 4
|
5
|
Lingkar dada /cm
|
62,
1 - 67, 6
|
6
|
Dalam dada / cm
|
-
|
7
|
Panjang tanduk / cm
|
7
- 7, 8
|
8
|
Panjang telinga / cm
|
4
- 4, 5
|
9
|
Lebar telinga / cm
|
-
|
10
|
Tipe telinga
|
Tegak
|
11
|
Panjang ekor /cm
|
12
|
12
|
Lebar ekor / cm
|
2-25
|
Sumber : Lolit kambing. litbang deptan
go. id /pro 10-gomuhammad syawal. pdf oleh M Syawal
Klasifikasi Taksonomi Kambing Kacang
Klasifikasi
Taksonomi Kambing Kacang sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artodactyla
Famili : Bovidae
Subfamili : Caprinae
Genus : Capra
Spesies : Capra Hircus
2.3. Produktivitas Ternak Kambing Kacang
Pengertian produktivitas dikemukakan dengan menunjukkan
rasio output terhadap input Input dapat mencakup biaya produksi dan peralatan.
Sedangkan output bisa terdiri dari penjualan, pendapatan, market share, dan
kerusakan. Produktivitas tidak sama dengan produksi, tetapi produksi merupakan
komponen dari usaha produktivitas. Ada yang melihat pada performansi dengan
memberikan penekanan pada nilai
efisiensi. Efisiensi diukur sebagai rasio output dan input. Dengan kata lain,
pengukuran efesiensi menghendaki outcome, dan penentuan jumlah sumber daya yang
dipakai untuk menghasilkan outcome tersebut. Dengan demikian, pengertian
produktivitas dapat didefinisikan sebagai rasio antara efektivitas pencapaian
tujuan pada tingkat kualitas tertentu (output) dan efisiensi penggunaan sumber
daya (input). Produktivitas merupakan suatu kombinasi dari efektivitas dan
efisiensi, sehingga produktivitas dapat dirumuskan (Gaspersz, 1998): Pengukuran
produktivitas yang hanya memperhitungkan salah satu sumber daya sebagai
variabel input dikenal sebagai produktivitas faktor tunggal (single-factor
productivity).
Istilah
produktivitas mempunyai arti yang berbeda beda untuk setiap orang yang berbeda,
dan penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya.Produktivitas secara
umum diartikan sebagai hubungan antara keluaran (barang-barang atau jasa)
dengan masukan (tenaga kerja, bahan, uang).
Produktivitas
adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu pembanding antara hasil keluaran dan
masukan ( Sutrisno, 2009).
Sedangkan
menurut pendapat Ardana ( 2012 ) menyebutkan bahwa produktivitas dipengaruhi
oleh faktor-faktor seperti: pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap mental
dan etika kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan
sosial, lingkungan dan iklim kerja, hubungan industrial pancasila (hubungan
kerja yang sangat manusiawi), teknologi, sarana produksi, manajemen, dan
kesempatan berprestasi.
Produktivitas
adalah sikap mental dan cara pandang manusia untuk membuat hari esok lebih baik
dari sekarang dan membuat hari ini lebih baik dari kemarin. Dalam arti yang
sederhana dan teknis, pengertian kedua tentang produktivitas adalah ratio
antara keluaran dan masukan yang terpakai (Gaspersz, Vincent, 1998,). bentuk
persamaan adalah sebagai berikut:
Pengeluaran
Keluaran
Produktivitas = -------------------
Masukan
Menurutnya bahwa aktivitas, sikap atau cara pandang
tidak produktif itu dkatagorikan dalam empat hal, yaitu: (1) Menganggap bahwa
tanpa bekerja (kerja keras) kita dapat memperoleh sesuatu yang
berharga, (2) ketakutan mengambil keputusan karena ada unsur resiko, (3) merasa
puas karenanya dianggap sudah good enough meskipun belum mencapai excellent,
(4) memperpanjang tindakan konsumtif sapai esok dan bukan berhenti
sekarang.,sehingga disimpulkan orang/kelompok atau organisasi perusahaan akan
dapat mencapai keinginannya atau tujuannya apabila terlebih dahulu ada upaya
dan pengorbanan. Dalam hal ini yaitu adanya rasio masukan dan keluaran.
Sinungan (2003) memberi pengertian produktivitas dalam tiga kelompok rumusan,
pertama, yaitu rumusan tradisional dimana produktivitas adalah rasio dari apa
yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang digunakan
(input). Kedua, produktivitas pada dasarnya merupakan suatu sikap mental yang
selalu berusaha dan punya pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik
dari hari kemarin dan hari esok lebih baik. Ketiga produktivitas merupakan
interaksi yang terjadi secara serasi dari tiga faktor esensial, yaikni
investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta R%D dan manajemen
tenaga kerja. sedangkankan Hani Handoko (1984) mengatakan bahwa produktivitas
adalah hubungan antara masukan-masukan dan keluaran-keluaran suatu sistem
produksi.
Produktivitas menyangkut hubungan antara keluaran
(output) dengan masukan (input yang digunakan untuk menghasilkan output
tersebut). Produktivitas adalah rasio dari beberapa output dengan beberapa
input (Bain. Dafid, 1992). Produktivitas bukanlan merupakan ukuran dari
produksi atau output yang dihasilkan, melainkan ukuran tentang tingkat
penggunaan sumber-sumber untuk mencapai suatu misi atau prestasi.
Menurut Bain, Dafid (1992) produktivitas tenaga
kerja dipengaruhi oleh (1) pendidikan/latihan, (2) perbaikan cara kerja, (3)
upah /gaji sesuai bobot dan prestasi kerja, (4) perbaikan lingkungan dan
kondisi kerja , (5) motivasi. Namun Muchdarsyah Sinungan (2003) faktor-faktor
yang mempengaruhi peningkatan produktivas tenaga kerja adalah: (1) kuantitas,
(2) tingkat keahlian, (3) latar belakang budaya dan pendidikan, (4) kemampuan
dan sikap, (5) minat, (6) struktur pekerjaan yang dikaitkan dengan keahlian,
umur, jenis kelamin dan angkatan kerja. Sedangkan John Suprihanto (2002) mengatakan
bahwa peningkatan produktivitas dipengaruhi oleh: (1) pendidikan dan latihan
ketrampilan, (2) gizi atau nutrisi dan kesehatan, (3) bakat dan bawaan, (4)
motivasi dan kemampuan, (5) kesempatan kerja, (6) kesempatan manajemen, (7)
kebijaksanaan pemerintah Sementara pengukuran produktivitas yang memperhitungkan
semua variabel input (tenaga kerja, material, energi, modal) dikenal sebagai
produktivitas multifaktor (multyfactor productivity) atau produktivitas faktor
total (Hayzer dan Render, 2004). Perhitungan produktivitas membantu manajer
perusahaan menilai seberapa baik mereka bekerja. Ukuran produktivitas
multifactor menyajikan infomasi yang Universitas Sumatera Utara
lebih baik dalam perhitungan antar faktor, tetapi terdapat beberapa masalah
dalam perhitungan tersebut, yaitu (Hayzer dan Render, 2005):
Kualitas
dapat berubah walaupun input dan output tetap. Unsur luar dapat menyebabkan
peningkatan atau penurunan produktivitas pada sistem. Kurang atau bahkan tidak
ada satuan pengukuran yang akurat. Produktivitas faktor adalah kunci untuk
menetapkan kombinasi, atau proporsi input (variable proportion) yang optimal
yang harus dipergunakan untuk menghasilkan satu produk yang mengacu pada
produktivitas faktor memberikan dasar untuk penggunaan sumber daya yang efisien
dalam sebuah sistem produksi.
Pada hakekatnya produktivitas kerja akan banyak dipengaruhi
oleh dua faktor (Wignjosoebroto, 2003):
a. Faktor teknis, yaitu berhubungan
dengan pemakaian dan penerapan fasilitas produksi secara lebih baik, penerapan
metode kerja yang lebih efektif serta efisien dan penggunaan input yang lebih
ekonomis.
b. Faktor manusia, yaitu faktor yang
mempunyai pengaruh terhadap usaha-usaha yang dilakukan manusia dalam
menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Di sini hal
pokok penentu adalah motivasi kerja yang memerlukan pendorong ke arah kemajuan
dan peningkatan prestasi kerja seseorang.
2.4. Reproduksi Ternak Kambing Kacang
Pada umumnya, ternak kambing mulai dewasa kelamin pada umur
5 – 10 bulan. Dewasa kelamin sangat tergantung dari rasatau tipe, jenis kelamin
dan lokasi pemeliharaan. Kambing tipe kecil lebih cepat mengalami dewasa
kelamin dibandingkan kambing tipe besar. Perkawinan induk kambing betina
sebaiknya dilakukan pada umur 9 – 12 bulan, karena pada umur ini secara fisik
kambing sudah tumbuh dewasa sehingga mampu memproduksi susu dan menjalani masa
kebuntingan. Menurut Devendra dan Burns (2000) menyatakan bahwa kebanyakan
bangsa kambing daerah tropis biasa melahirkan pada umur satu tahun dan dapat
digunakan sebagai produsen anak sampai kambing berumur 5 – 6 tahun. Umur dini
pada beranak pertama mengurangi biaya pemeliharaan calon induk dan meningkatkan
pendapatan ekonomi, serta menunjang perbaikan genetik yang cepat, dan oleh
karenanya hal itu sangat diinginkan.
Pelaksanaan manajemen untuk meningkatkan keefisienan
produksi ternak antara lain : (1) berusaha agar kondisi badan serta
kesehatannya baik, (2) bebas dari gangguan penyakit, (3) pelaksanaan flushing
(pemberian makanan yang cukup dan bermutu menjelang dan selama masa birahi),
(4) berusaha agar dikawinkan pada umur muda dan tepat waktunya, (5) lekas
dikawinkan kembali setelah beranak, dan (6) cukup tersedia pejantan unggul yang
selalu dijaga kondisi makanannya (Ray dan Smith 2000; Guha et al. 2000; Turner
dan Young 2000 dikutip Abdullgani (2000). Selanjutnya dinyatakan bahwa dalam
bidang pemuliaan ternak, usaha untuk meningkatkan keefisienan produksinya
dilakukan dengan cara menyeleksi ternak-ternak yang tingkat kesuburannya
tinggi, menyisihkan ternak-ternak yang memiliki sifat produksi buruk, dan
cara-cara perkawinan yang tepat.
2.5.
Pemeliharan Ternak Kambing Kacang
2.5.1.
Kandang
Hal
yang tidak kalah penting adalah membuat kandang kambing. Kandang kambing
sebaiknya di dirikan di atas tanah yang padat, kering dan tidak becek saat
hujan, ventilasi udara yang baik, paparan sinar matahari yang cukup, dan
saluran pembuangan yang baik.
Desain
kandang kambing yang baik di buat seperti rumah panggung agar mendapat
sirkulasi udara yang baik serta mudah untuk dibersihkan. Bahan untuk pembuatan
kandang biasanya menggunakan kayu atau bambu. Ukuran kandang juga baiknya
disesuaikan dengan jumlah ternaknya. Untuk kandang seekor kambing betina
berukuran 125 X 100 cm, sedangkan kandang untuk seekor kambing jantan berukuran
125 X 150 cm. (Sumo Prastawo. 2001)
Lantai kandang kambing sebaiknya dibuat berkisi-kisi
dari bambu agar kotoran dan air kencing dapat langsung turun kebawah. Dinding
kandang sebaiknya dibuat agak rapat, tetapi masih menyisahkan celah di tiap
bagian berkisar 1-2 m agar sinar matahari dapat masuk ke dalam kandang dan
sirkulasi udara lanjar. Kolong kandang dibuat miring ke arah selokan agar mudah
dibersihkan.
Atap
kandang disarankan untuk mengunakan bahan yang memiliki bahan serap kecil
seperti genting atau asbes. Peralatan budidaya kambing kacang meliputi tempat
pakan kambing buat dengan ukuran dalam dan lebar agar pakan tidak tercecer.
Persyaratan
lokasi ternak kambing kacang tidak terlalu rumit pemeliharaan ternak kambing
tergolong mudah. Beberapa Syarat lokasi kambing kacang adalah: a. Tidak
memerlukan lahan yang luas b. Sebaiknya dekat dengan sumber air dan makanan
ternak c. Jauh dari pemukiman d. Jauh
dari kebisingan , agar ternak kambing tidak stres
2.5.2.
Pakan
Penyediaan pakan ternak kambing digunakan haruslah sesuai dengan pakan yang
akan digunakan oleh peternak peternak, apabila ternak hasil seleksi tersebut
akan didistribusikan untuk peternak peternak. Untuk mencapai tujuan ganda,
yakni seleksi pada kondisi pakan dan tatalaksana yang sesuai serta memberi peluang
kepada ternak untuk menunjukkan potensi genetiknya untuk pertumbuhan, sistem
pengelolaan ternak kambing kacang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Ternak-ternak betina induk diberikan
pakan yang sesuai dengan kondisiTernak
2. Ternak-ternak lepas sapih (selesai
menyusui) diberikan pakan dengan kualitas yang lebih baik. Misalnya dari umur 3
sampai dengan 6 atau 8 bulan dilakukan pengujian pertumbuhan dengan pakan yang
memadai, dan seleksi untuk bobot badan dilakukan pada akhir periode tersebut
(HIM Asisten Laboraturium Teknologi Makanan Ternak Yogyakarta. 2010)
Tata
laksana terhadap ternak terdapat mungkin juga sesuai dengan kondisi peternak,
tetapi perbedaan potensi genetik diantara ternak harus terlihat, dan laju
kematian (mortalitas) tidak tinggi. Sebagai pedoman mortalitas prasapih lebih
dari 20% atau mortalitas sesudah sapih dan kambing dewasa lebih dari 5% per
tahun, menunjukkan kekurangan pakan dan masalah dalam tatalaksana serta kontrol
penyakit. Rataan jarak beranak lebih dari 9 atau 10 bulan.
2.5.3.
Kesehatan
Sukses
tidaknya suatu usaha peternakan ditentukan oleh bermacam -macam faktor.
diantara faktor –faktor tersebut, maka faktor kesehatan ternak merupakan salah
satu yang kebehasilan usaha. Menjegah penyakit lebih baik dari pada mengobati.
Menjegah penyakit dilakukan dengan menjaga sanitasi kandang, pakan cukup
mengandung nutrisi lengkap, dan vaksinasi. Tindakan penjegahan lain yaitu
membebaskan kambing dari parasite internal (minsalkan cacing) dengan memberikan
obat cacing dan parasite eksternal (minsalkan kudis) dengan memandikan secara
rutin (Anonim. 2012)
1)
Penyakit
Cacingan
Penyebab Penyakit cacingan pada kambing
dapat disebabkan oleh cacing gilig, pipih dan cacing pita. Gejala Kambing
semakin kurus, bulu berdiri dan kusam, nafsu makan berkurang, kambing terlihat
pucat, kotoran lembek sampai mencret. Penanganan 1. Obat tradisional a. Daun
nanas yang dikeringkan dan dihaluskan, kemudian ditimbang 300 mg untuk 1 kg
berat badan kambing, dicampur air, selanjutnya diminumkan dan diulang 10 hari
sekali (jangan diberikan pada ternak bunting). b. Daun nanas segar dihilangkan
durinya, ditimbang 600 mg untuk 1 kg berat badan kambing, kemudian diberikan
pada kambing dan diulang 10 hari sekali (jangan diberikan pada ternak bunting).
2. Obat pabrikan Biasanya menggunakan albendazole, valbanzen atau ivermectin
yang diulang setiap 3 bulan sekali. Pencegahan a. Jagalah kandang tetap bersih
dan kering. b. Buanglah kotoran, sampah dan sisa pakan jauh dari lokasi kandang
atau dibuat kompos. c. Jangan menggembalakan kambing pada pagi hari dan pada
satu area (usahakan berpindah-pindah). d. Jangan berikan rumput yang masih
berembun. e. Sabitlah rumput 2-3 cm di atas permukaan tanah. A. Batubara. 2007
2)
Penyakit
Kudis (Scabies/Kurap)
Penyebab
Parasit kulit (Sarcoptes sp) Gejala a. Kulit merah dan menebal. b. Gatal dan
gelisah, sering menggaruk-garukkan kulit yang terinfeksi pada dinding kandang.
c. Bulu rontok. d. Bagian tubuh yang sering diserang muka, telinga, pangkal
ekor dan leher. Penanganan 1. Obat tradisional a. Oli 1 cangkir + cuka 1 sendok
makan + belerang yang sudah dihaluskan 1 sendok makan atau 4 siung bawang merah
yang sudah dihaluskan, kemudian semua bahan dicampur dan oleskan 2x sehari pada
kulit kambing sampai sembuh. b. Belerang dihaluskan 3 sendok makan + 1 sendok
makan minyak goreng oleskan 2x sehari sampai sembuh. 2. Obat pabrikan Suntik
dengan Ivermectin secara sub cutan (dibawah kulit). Pencegahan a. Jauhkan
kambing sakit dengan kambing sehat. b. Bersihkan kandang setiap hari, lebih
baik lagi menggunakan sabun atau zat pembersih kandang. c. Jagalah kebersihan
kambing dengan memandikan kambing dengan larutan asumtol 2%. d. Mencuci tangan
sebelum dan sesudah bersentuhan dengan kambing. Diare Penyebab Pakan berjamur
atau terlalu muda, bakteri, virus dan protozoa. Gejala a. Kotoran encer dan
warnanya hijau terang/hijau gelap sampai hijau kekuningan. b. Kambing lemas,
bila dibiarkan dapat menyebabkan kematian. c. Bulu-bulu sekitar dubur kotor
akibat kotoran. Penanganan a. Pisahkan kambing sakit dari kambing sehat. b.
Berikan larutan oralit, larutkan 2 sendok makan garam + 2 sendok makan gula
dalam 2,5 liter air dingin yang sudah dimasak. 11 c. Bila keadaannya tidak
membaik segera hubungi petugas kesehatan hewan (dokter hewan). Pencegahan a.
Hindari pemberian pakan yang menyebabkan diare. b. Jagalah kandang tetap
bersih. Keracunan Penyebab Tanaman beracun atau tanaman yang tercemar
pestisida. Gejala Mulut berbusa, kejang-kejang, muka kemerahan dan bengkak,
diare berdarah, dan kematian mendadak. Penanganan a. Berikan air kelapa. b.
Berikan norit 2-3 tablet. c. Hubungi petugas kesehatan hewan (dokter hewan).
Pencegahan a. Jangan menggembalakan kambing di tempat yang banyak tanaman
beracun. b. Jauhkan kambing dari sawah atau ladang yang sedang dipupukan atau
disemprot pestisida. A. Batubara. 2007
3)
Kembung
Perut
Penyebab Gas yang ditimbulkan oleh
makanan (rumput muda). Gejala Perut sebelah kiri membesar, napas pendek dan
cepat, tidak mau makan. Penanganan Berikan larutan gula merah dan asam jawa,
keluarkan gas dengan cara mengurut-urut perut kambing. Pencegahan Jangan diberi
rumput muda. A. Batubara. 2007
2.5.4. Sistem
Pemeliharaan
Beternak kambing dapat dilakukan secara tradisional, semi-intensif
dan intensif. Dari ketiga sistem tersebut semuanya baik untuk dilakukan,
tergantung kondisi lahan, tujuan usaha, ketersediaan dana dan keterampilan
mengelola ternak. Bila tujuan beternak kambing untuk dijadikan mata pencaharian
sistem yang paling tepat adalah sistem intensif. Namun, bila tujuan beternak
sekedar untuk usaha sambilan, sistem semi intensif atau tradisional cukup
memadai (Mulyono dan Sarwono, 2007).
Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari beternak kambing.
Namun, pengembangannya sebagai salah satu ternak potong masih banyak mengalami
hambatan karena pemeliharaan kambing masih dilakukan secara tradisional.
Pemeliharaan kambing secara tradisonal kurang menguntungkan karena tidak dapat
diharapkan berproduksi secara maksimal (kambing tetap kecil dan kurus) karena
tidak adanya pengawasan yang baik tentang makanan, baik jumlahnya maupun
kualitasnya. Perhatian terhadap mutu bibit juga kurang (tanpa seleksi yang
baik) dan tingkat kematian karena penyakit sangat tinggi. Padahal, apabila
pemeliharaannya dilakukan secara intensif sebagai
ternak pedaging berat badan kambing dapat meningkat
150gr/ekor/hari (Siregar, 1994).
Sistem
Pemeliharaan secara ekstensif umumnya dilakukan di daerah yang mahal dan sulit
untuk membuat kandang, kondisi iklim yang menguntungkan, dan untuk daya tampung
kira-kira tiga sampai dua belas ekor kambing per hektar. Sistem pemeliharaan
secara ekstensif, induk yang sedang bunting dan anak-anak kambing yang belum di
sampih(selesai menyusui) harus diberi persediaan pakan yang memadai. Rata-rata
pertambahan bobot badan kambing yang dipeliharaan secara ekstensif dapat
mencapai 20-30 gram per hari (Mulyono dan Sarwono, 2005).
-
Keuntungan secara Ekstensif adalah Pertumbuhan cepat, Tidak memberi pakan
secara terus menerus, Cepat memperoleh keturunan.
-
Kerugian secara Ekstensif adalah Mudah terserang
penyakit, Tidak bisa dikontrol atau diawasi, Adanya hewan pemangsa.
Sistem pemeliharaan secara Intensif
memerlukan pengandangan terus menerus atau tampa pengembalaan, secara ini dapat
mengontrol dari faktor lingkungan yang tidak baik dan mengontrol aspek-aspek
kebiasaan kambing yang merusak. Dalam sistem pemeliharaan ini perlu dilakukan
pemisah antara jantan dan betina sehubungan dengan ini perlu pemisahan kambing
betina muda dari umur tiga bulan sampai cukup umur untuk dikembangbiakan,
sedangkan penjantan dan jantan harus dikandangkan atau ditambahkan dengan cara terpisah.
(Devendra dan Bums, 2000).
-
Keuntungan secara Intensif adalah
Dapat mengontrol dari faktor lingkungan, Terlindungi dari hewan pemangsa,
Terjaga kesehatan kambing.
-
Kerugian secara Intensif adalah
Pertumbuhan agak lambat, Pemberian pakan terus menerus, Banyak aturan-aturan
tersendiri.
Sistem Pemeliharaan secara semi
intensif merupakan gabungan pengelolaan ekstensif (tanpa pengembalaan) dengan
intensif, tetapi biasanya membutuhkan pengembalaan terkontrol dan pemberian
pakan konsetrat tambahan (Williamson dan Payne 2001
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL
4.1.
Keadaan
Umum Daerah Penelitian
Kabupaten
Aceh Tengah merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Aceh yang terkenal
dengan iklimnya yang sejuk. Kabupaten Aceh Tengah berada pada tinggkat
rata-rata 1000 – 2.500 meter diatas permukaan laut (dpI), Letak geografis
Kabupaten ini berada pada posisi 040 10.330- 0505.7500
15.40’’- 9702.025’’ Bujur Timur (BT).
Kecamatan
Pegasing merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Aceh Tengah,
Kecamatan pegasing mempunyai ketinggian rata-rata 1.200 m di atas permukaan
laut, letak geografis berada pada posisi 400 36 “ Litang Utara dan
950 51 ” Bujur Timur. Kecamatan Pegasing mempunyai batas-batas
wilayah yaitu :
-
Sebelah Utara
berbatasan dengan Kecamatan Bies dan Silih Nara
-
Sebelah selatan
berbatasan dengan Kecamatan Linge dan Atu Lintang
-
Sebelah Barat
berbatasan dengan Kecamatan Celala
-
Sebelah Timur
berbatasan dengan Kecamatan Kecamatan Lut Tawar dan Bebesen
4.1.1.
Keadaan
dan Luas Wilayah
Kecamatan Pegasing sebahagian besar
mempunyai topografi yang berbukit-bukit. Iklim merupakan salah satu faktor alam
mempunyai peranan besar yang dapat secara langsung mempengaruhi pertumbuhan
tanaman, iklim yang berada di Kecamatan Pegasing tidak jauh berbeda dengan
Kecamatan lain di Kabupaten Aceh Tengah, namun hanya sebagian kecil saja
terjadi perbedaan.
Kecamatan Pegasing yang berada pada
ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut mempunyai curah hujan yang terjadi
rata-rata 188 mm/bulan, curah hujan tertinggiterjadi pada bulan November hampir
di setiap tahunnya,
Luas wilayah Kecamatan Pegasing
Kabupaten Aceh Tengah yang berjumlah 9.900 Ha dapat di bagi berdasarkan dengan
penggunaan lahan seperti yang tertera pada table 1, sebagai berikut.
Tabel
1. luas Wilayah Kecamatan Pegasing Menurut Tataguna Lahan,Tahun 2014.
No
|
Penggunaan
Lahan
|
Luas
Areal ( Ha)
|
Keterangan
|
1
|
Sawah
|
1.761
|
|
2
|
Bagunan
|
224
|
|
3
|
Tegal /Kebun
|
389
|
|
4
|
Ladang/ Huma
|
759
|
|
5
|
Padang Rumput
|
69
|
|
6
|
Kolam Tambak/Empang
|
30
|
|
7
|
Perkebunan
|
3.678
|
|
8
|
Lahan Tidak Tergarap
|
852
|
|
9
|
Hutan Negara
|
1.576
|
|
10
|
Hutan Rakyat
|
415
|
|
11
|
Lainya
|
147
|
|
Total
|
9.900
(Ha)
|
|
Sumber : Kantor Camat
Kecamatan Pegasing Tahun 2013
Berdasarkan
data pada tabel di atas dapat diketahui bahwa penggunaan lahan dari total
wilayah yang terbesar adalah untuk lahan perkebunan yaitu tanaman kopi arabika
seluas 3.678 ha, kemudian untuk lahan sawah atau tanaman padi seluas 1.761
hektar dan untuk wilayah hutan Negara sebesar 1.576 Ha.
4.1.2.
Potensi
Dasar
Jika
dilihat dari kondisi pertanian di Kecamatan Pegasing, mayoritas usaha yang
dijalankan oleh masyarakat adalah sektor perkebunan tanaman kopi arabikan dan
sektor pertanian khususnya bidang tanaman pangan dan hortikultura, usaha
pertanian yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah perkebunan kopi
arabika, padi, sawah, dan tanaman hortikultura lainnya. Kecamatan Pegasing
merupakan daerah berkembeng memiliki potensi lainya seperti pengembangan
wilayah wisata, perkantoran dan bidang pendidikan sehingga banyak masyarakat bekerja
di bidang non pertanian. Sumber mata pencaharian masyarakat di Kecamatan
Pegasing dapat dilihat pada tabel 2, sebagai berikut.
Tabel 2. Mata
Pencaharian Penduduk di Kecamatan Pegasing Berdasarkan Bidang Usaha, Tahun 2014
No
|
Bidang
Usaha
|
Jumlah
(Jiwa)
|
1
|
Sektor Pertanian
|
10.101
|
2
|
Pegawai
|
376
|
3
|
Sektor Industri
|
505
|
4
|
Pedagang
|
671
|
5
|
TNI/Polri
|
15
|
6
|
BUMD
|
34
|
7
|
Pengangguran
|
1.543
|
8
|
Sektor Buruh dan Jasa
|
1.324
|
Sumber : Kantor Camat Kecamatan Pegasing Tahun 2013
Berdasarkan data
pada tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar penduduk di Kecamatan
Pegasingbekerja di sektor pertanian dengan nilai % sebesar 10.10% , sedangkan
mata pencaharian penduduk lainnya adalah sebagai PNS ( Pegawai Negeri Sipil ),
pedagang, buruh, jasa dan pangsiunan PNS, ABRI dan Polri.
4.
2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Umur
Penelitiaan
ini di lakukan di Kampung Pedekok, Erlop dan Wihlah Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah dengan sebanyak 24
responden.
Tabel 1. Pengolongan Data Umur Di
Kampung Pedekok
Umur
(Thn)
|
Jumlah
(Jiwa)
|
%
|
<
30
|
1
|
9,
10
|
33
– 40
|
2
|
18,
18
|
45
– 46
|
4
|
36,
36
|
49
– 52
|
2
|
18,
18
|
58
– 60
|
2
|
18,
18
|
Jumlah
|
11
|
100
|
Sumber : Data
Primer (2014)
Tabel 1.
Rinciaan responden berdasarkan umur peternak. Peternak yang umur kurang dari 30
tahun sebanyak 1 orang, atau 9, 10 %. Peternak umur 33 – 40 sebanyak 2 orang, sebesar 18, 18 %. Peternak
yang umur 45 – 46 sebanyak 4 orang,
sebesar 36, 36 %. Perternak 49 – 52 sebanyak 2 orang, sebesar 18, 18 % dan
Peternak Umur 58 – 60 sebanyak 2 orang sebesar 18, 18 %
Tabel 2. Pengolongan
Data Umur Di Kampung Erlop
Umur
|
Jumlah
|
%
|
< 30
|
0
|
0
|
38 - 48
|
2
|
40
|
58 – 59
|
2
|
40
|
>50
|
1
|
20
|
Jumlah
|
5
|
100
|
Sumber : Data
Primer (2014)
Tabel 2.
Rinciaan responden berdasarkan umur peternak. Peternak yang umur kurang dari 30
tahun sebanyak 0 orang, sebesar 0 %. Peternak umur 38 – 48 sebanyak 2 orang,
sebesar 40 %. Peternak yang umur 58 – 59
sebanyak 2 orang, sebesar 40 %. Perternak >50 sebanyak 1 orang,
sebesar 20 %
Tabel 3. Pengolongan
Data Umur Di Kampung Wihlah
Umur
|
Jumlah
|
%
|
< 30
|
0
|
0
|
39– 48
|
2
|
25
|
50 – 59
|
6
|
75
|
>60
|
0
|
0
|
Jumlah
|
8
|
100
|
Sumber : Data
Primer (2014)
Tabel 3.
Rinciaan responden berdasarkan umur peternak. Peternak yang umur kurang dari 30
tahun sebanyak 0 orang, sebesar 0 %. Peternak umur 39 – 48 sebanyak 2 orang,
sebesar 25 %. Peternak yang umur 50 – 59
sebanyak 6 orang, sebesar 75 %. Perternak >60 sebanyak 0 orang,
sebesar 0 %
4. 3 Pendidikan
Menurut
Soekartiwi (2010) bahwa tingakt pendidikan cenderung mempengaruhi cara berpikir
dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru. Oleh karena
itu pendidikan sedikit banyaknya dapat berpengaruh terhadap pengembangan usaha.
Selanjutnya dijelaskan Wiraatmadja (2009) pendidikan merupakan upaya untuk
menggadakan perubahan prilaku berdasarkan ilmu dan penggalaman yang sudah di
ketahui.
Tabel
4. Rincian Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Kampung Pedekok
Responden
|
Jumlah
( jiwa)
|
%
|
SD
SMP
SMA
|
4
2
5
|
36, 37
18, 18
45, 45
|
Jumlah
|
11
|
100
|
Sumber : Data
Primer (2014)
Berdasarkan
Tabel 4 terlihat bahwa peternak di Kampung Pedekok Pendidikan yang paling
tinggi adalah SMA sebanyak 5 peternak, sebesar 45, 45 %, tingkat pendidikan
peternak paling rendah menurut table 4 adalah SMP sebanyak 2 peternak, sebesar
18, 18 % dan SD sebanyak 4 peternak, sebesar 36, 37
Tabel
5. Rincian Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Kampung Erlop
Responden
|
Jumlah
( jiwa)
|
%
|
SD
SMP
SMA
|
0
3
2
|
0
60
40
|
Jumlah
|
5
|
100
|
Sumber : Data
Primer (2014)
Berdasarkan
Tabel 5 terlihat bahwa peternak di Kampung Erlop Pendidikan yang paling tinggi
adalah SMP sebanyak 3 peternak, sebesar 60 %, tingkat pendidikan peternak
paling rendah menurut Tabel 5 menunjukan kisaran pendidikan SD tidak terdapat
jumlah responden atau nol % dan SMA sebanyak 2 peternak, sebesar 40 %.
Tabel
6. Rincian Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Kampung Wihlah
Responden
|
Jumlah
( Jiwa)
|
%
|
SD
SMP
SMA
|
1
1
6
|
12, 5
12, 5
75
|
Jumlah
|
8
|
100
|
Sumber : Data
Primer (2014)
Berdasarkan
Tabel 6 terlihat bahwa peternak di Kampung Wihlah Pendidikan yang paling tinggi
adalah SMA sebanyak 6 peternak, sebesar 75 %, Pendidikan SD dan SMP
Masing-masing 1 Peternak, Sebesar 12, 5 %.
Tabel 7.
Model
|
t
|
Sig
|
Tolerance
|
VIF
|
(Constanta)
Umur
Manajemen
Pakan
Pendidikan
|
-1, 033
1. 266
0. 153
0. 033
-0. 975
|
0. 316
0. 223
0. 880
0. 08
0. 343
|
0. 893
0. 545
0. 552
0. 904
|
1. 120
1. 834
1. 812
1. 106
|
R
R
Scuare
Sig
|
|
|
|
0.
697
0.
486
0.
051
|
Berdasarkan Tabel 7
1. Umur
Pengaruh
Umur terhadap produktivitas ternak kambing dilokasi penelitian dengan nilai
signifikasi sebesar 0, 223 ini menunjukan variabel Umur dilokasi penelitian
tidak berpengaruh terhadap produktivitas kambing kacang.
2. Manajemen
Pengaruh
Manajemen terhadap produktivitas ternak kambing dilokasi penelitian dengan
nilai signifikasi sebesar 0, 880 ini menunjukan variabel Manajemen dilokasi
penelitian tidak berpengaruh terhadap produktivitas kambing kacang.
3. Pakan
Pengaruh
Pakan terhadap produktivitas ternak kambing dilokasi penelitian dengan nilai
signifikasi sebesar 0, 08 ini menunjukan variabel Pakan dilokasi penelitian
tidak berpengaruh terhadap produktivitas kambing kacang.
4. Pendidikan
Pengaruh
Pendidikan terhadap produktivitas ternak kambing dilokasi penelitian dengan
nilai signifikasi sebesar 0, 343 ini menunjukan variabel Pendidikan dilokasi
penelitian tidak berpengaruh terhadap produktivitas kambing kacang.
Tabel 9. Data Ternak Kecamatan Pegasing Kabupaten
Aceh Tengah
Tahun
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
Jumlah Ternak
|
165
|
209
|
230
|
465
|
533
|
Tabel
10. Data – data yang diteliti
Variables Entered/Removedb
Model
|
Variables
Entered
|
Variables
Removed
|
Method
|
1
|
Manajemen,
Pendidikan,
Calving,
Interval, umur a
|
|
Enter
|
Sumber
Data Primer Diolah, 2015
a. All requested variables entered.
|
|
b. Dependent Variable:
|
ANOVAb
Model
|
Sum Of Sguares
|
Df
|
Mean Sguare
|
F
|
Sig
|
1
Regression
Residual
Total
|
508.
006
1221.
879
1729.
886
|
5
29
34
|
101.
601
42.
134
|
2.
411
|
.
060a
|
Sumber
Data Primer Diolah, 2015
a. Predictors
: (Constant), Manajemen, Pendidikan, Calving Interval, Umur
b. Dependent
Variabel : Penambahan Populasi
Coefficient Correlationsa
Model
|
Manajemen
|
Pendidikan
|
Calving
Interval
|
Umur
|
1
CorrelationsManajemen
Pendidikan
Calving
Interval
Umur
|
1.
000
-.
044
-.
134
.
063
|
-.
044
1.
000
.
158
.
420
|
-.
134
.
158
1.
000
.
128
|
.
063
.
420
.
128
1.
000
|
Covariances
Manajemen
Pendidikan
Calving
Interval
Umur
|
24.
368
-.
076
-.
238
.
034
|
-.
076
.
124
.
020
.
016
|
-.
238
.
020
.
128
.
005
|
.
034
.
016
.
005
.
012
|
Sumber Data Primer Diolah, 2015
a. Dependent
Variable :
Collinearity Diagnosticsa
Model
Dimension
|
Eigenvalue
|
Condition
Index
|
Variance
Proportions
|
||
Umur
|
Pendidikan
|
Manajemen
|
|||
1
1
2
3
4
5
6
|
4. 741
. 952
. 125
. 102
. 068
. 012
|
1. 000
2. 232
6. 167
6. 808
8. 341
19. 908
|
. 00
. 00
. 02
. 46
. 01
. 50
|
. 00
. 00
. 02
. 46
. 01
. 50
|
. 00
. 88
. 09
. 03
. 00
. 00
|
Sumber
Data Primer Diolah, 2015
a. Dependent
variable :
Casewise
Diagnosticsa
Case Number
|
Std. Residual
|
penambahan populasi
|
Predicted Value
|
Residual
|
32
|
3. 413
|
40. 00
|
17. 8462
|
2. 21538E1
|
Sumber
Data Primer Diolah, 2015
a. Dependent
Variable: Penambahan Populasi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Berdasarkan
Pembahasan hasil penelitian dari Skripsi ini Pengaruh Umur terhadap
produktivitas ternak kambing dilokasi penelitian dengan nilai signifikasi
sebesar 0, 223 ini menunjukan variabel Umur dilokasi penelitian tidak
berpengaruh terhadap produktivitas kambing kacang. Pengaruh Manajemen terhadap
produktivitas ternak kambing dilokasi penelitian dengan nilai signifikasi
sebesar 0, 880 ini menunjukan variabel Manajemen dilokasi penelitian tidak
berpengaruh terhadap produktivitas kambing kacang.
Pengaruh Pakan
terhadap produktivitas ternak kambing dilokasi penelitian dengan nilai
signifikasi sebesar 0, 08 ini menunjukan variabel Pakan dilokasi penelitian
tidak berpengaruh terhadap produktivitas kambing kacang. Pengaruh Pendidikan
terhadap produktivitas ternak kambing dilokasi penelitian dengan nilai
signifikasi sebesar 0, 343 ini menunjukan variabel Pendidikan dilokasi
penelitian tidak berpengaruh terhadap produktivitas kambing kacang.
Maka dapat disimpulkan bahwa kambing kacang merupakan
kambing asli Indonesia yang mempunyai bobot hidup lebih kecil dibandingkan
kambing jenis lainnya. Kambing kacang memiliki keunggulan, sifatnya lincah,
mudah beradaptasi dengan lingkungan setempat dan angka redroduksinya cukup baik.
Kambing kacang sangat cepat berkembang biak karena pada umur 15-18 bulan sudah
bisa menghasilkan keturunannya. Jenis kambing ini cocok untuk penghasil daging
karena sangat prolifik (sering melahirkan anak kembar dua). Terkadang dalam
satu kelahiran menghasilkan keturunan kembar tiga setiap induknya. Kambing
kacang berkembang biak sepanjang tahun. Kambing kacang dapat hidup dengan
perawatan yang seadanya, bahkan hamper tidak memerlukan pemeliharaan sama
sekali. Hewan ini sering dibiarkan mencari pakan sendiri, kawin, dan beranak
tanpa bantuan pemelik ternak. Produk yang dihasilkan terutama dimanfaatkan
dalam bentuk daging dan kulit.
5. 2 Saran
Adapun
saran penulis dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya peternak lebih memperhatikan
sistem pemeliharaan ternak yang baik sehingga dapat menghasilkan produk ternak
yang maksimal.
2. Sebaiknya Pemerintah memberikan
penyuluhan kepada peternak tentang sistem pemeliharaan yang baik.
Abdullgani
(2003). Http://wadzickatomaszewka.
siklus Reproduksi ternak kacang. (12 Februari 2014)
A.
Batubara. 2007. Tujuh Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Sinar Tani, edisi
25 April – 1 Mei 2007. Anonimus. 20010.
Anonim,
2012 Animal Breeding Ceds. B. G. Brackett, G. S, 1
Devendra
dan Burns. 2000. Http://wadzickatomaszewka. siklus
Reproduksi ternak kacang. (12 Februari 2014)
Dr.
Ir. Ade Djulardi. MS. DKK. 2006. Nutrisi Aneka Ternak dan Satwa Harapan. Padang
Deskriptif). Edisi 2 PT. Bumi Aksara
Jl. Sawo Raya No 18 Jakarta
Foote, R. H. 2004. The Artifical
Insemnation Industry, in : New Technologies In
Harris, D. L. T. S. Stewart and C. R.
Arboleda. 2004. Animal Breeding
Hamid. 2000. Http://wadzickatomaszewka.
siklus
Reproduksi ternak kacang. (12 Februari 2014)Http://go.
id/pro10-90msyawal. pdflolitkambing 12 Februari 2014
HIM Asisten Laboraturium Teknologi
Makanan Ternak Yogyakarta. 2010
Ir. M. Iqbal Hasan, MM. 2003. Pokok-pokok
Materi Statistik 1 (Statistik)
Johansson et al. 2000 yang disetir
Abdulgani 2000. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Jilid 2 Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Mulyono dan Sarwono, 2005 Nicholson
dan Butterworth. 2000
Nicholson dan Butterworth, 2000Ngadiyono
et al. 2009Ray dan Smith 2000; Guha et al. 2000; Turner dan Young 2001 - 2012
dikutip Soekartiwi 2010 dan Wiraatmadja 2009 Pusat Penelitian dan Pendidikan
Pengembangan Peternakan, Bogor.
Soeparno, 2012Sumo Prastawo, 2001Yusuf,
H. 2000. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Jilid 2 Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan, Bogor. William Son dan Payne, 2001
Soekartawi, dkk.
2005. Ilmu Usahatani Dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Cet III.
Jakarta. UI-Press
Comments
Post a Comment